Friday, July 16, 2010

Nadi dalam Kotak Masuk by Umi Chairunnisa

29 kotak masuk
Rangkaian huruf itu membangunkanku dari segala hal berbau kepentan. Ia hadir menghasilkan senyum terindah yang pernah ada. Aku rasanya rela memberikan apa pun untuk merasakan sensai rasa seperti ini setiap detiknya. Meski hanya rangkaian huruf biasa tanpa kesan, namun aku sangat puas melihatnya. Rasanya aku tak membutuhkan apa pun sekarang kecuali hubungan internet yang cepat.
"Hari ini aku sekolah. Sebenarnya agak malas. Tapi terlanjur janji sama kamu, De... buat main futsal! kamu pasti nonton kan?"
Rangkaian pertanyaan itu seakan menghanyutkanku ke dalam ombak angin penuh rasa. Aku sangat menikmatinya. Aku merasa puas meski hanya menerima pesan singkat seperti ini. Pesan-pesan ini membuat hidup terasa menyenangkan dan membahagiakan. Meski aku tahu akhir kisah ini mungkin tak indah. Tapi hati ini tampaknya sudah terpaut untuk mulai mengharap padanya.
***
Aku memulai permainan ini dengan tidak sengaja. Jujur, hal ini aku lakukan murni karena aku mengaguminya. Aku kagum dengan sosoknya. Sosok yang tampan dan gagah. Sosok yang berkharisma. Sosok yang begitu tak bercela hingga mampu membuat juniornya terpana saat mendengar derap langkahnya yang mantap. Sosok yang tercipta untuk dikagumi. Sosok yang membuatku setiap hari ingin selalu tersenyum. Sosok paling istimewa. Seniorku. Galuh Nadi Isnaini.
***
Aku sedang menyusuri jalan yang terasa sangat terjal saat aku melihat punggungnya di tengah lapangan. Ia tampak asyik. Sesekali memandang berkeliling. Mungkin menanti seseorang, atau mungkin... menanti diriku. Entahlah. Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu apa yang sedang dipikirkannya. Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu apa yang akan dilakukannya jika bertemu denganku. Hah, duduk disini dan melihatnya dari jauh rasanya cukup mewakili rasa penasaranku terhadapnya. Ingin rasanya meneriaku dirinya bahwa aku adalah gadis usil yang menitipkan puisi di kotak masuk salah satu jejaring sosial pribadi miliknya. Ingin sekali menghampirinya dan memberi tahi dirinya bahwa akulah yang selama ini menjadi teman ngobrolnya di kotak yang menghubungkanku dengan dirinya.
Ya ampun... mungkinkah aku jatuh cinta? Mungkinkah au memberikan perasaan yang selama ini kupagari dengan baik kepada dirinya? Mungkinkah? Sekuat apapun kata mungkin, hanya ada kata tidak boleh. Tidak boleh terpana. Tidak boleh tergoda. Dan tidak boleh membiarkan diriku terjebak cinta yang jelas jelas pada akhirnya akan membuatku sakit hati dan terluka.
***
Nadi terasa semakin jauh. Terutama saat aku mulai mengharapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Perasaanku terhadapnya mulai berlebihan. Ia semakin terasa membayangi diriku. Padahal semakin hari ia semakin terlihat cuek dengan kotak masuk yang selama ini menjadi penghubung kami. Bahkan, terakhir kali ia tidak membalas pesanku. Mungkin ia belum melihatnya. Mungkin ia mulai merasa bahwa aku teman yang membosankan.
Semakin banyak kata mungkin, aku mulai merasa gamang. Aku ingin menangis. Terlalu banyak spekulasi negatif, membuatku menyadari satu hal. Aku telah menyukainya lebih dari aku menyukainya kemarin. Ya ampun, rasa itu seperti mulai menusukku. Ia mulai membayangi setiap asa dalam benakku yang tak tersampaikan dengan baik.
Aku terjebak dalam permainan yang aku buat. Aku mengalah pada keadaan meski awalnya aku telah berjanji untuk tidak melanggar norma-norma yang telah tertulis di dalamnya. Aku mulai melepaskan keyakinan bahwa aku dan cowok bernama Nadi itu hanya sekedar mimpi. Padahal dia berada di atas langit sementara aku di bawah. Ia tak pernah akan mau turun untuk menghampiriku dan menarik uluran perhatian yag diam-diam aku tebar. Dia tetap akan di sana. Di atas langit yang sulit kujangkau.
***
"kak, apa kabar? sudah lama tidak ngobrol sama kamu. Sibuk ya, kak? Sampai tidak punya waktu untuk membalas pesanku? Sedih lho, tidak menerima balasan dari kamu, he he he... Bercanda kok, kak. Tapi kalau kamu memang tidak mau membalas pesanku, lebih baik kamu block aja aku. Sepertinya itu lebih baik. He he he. Yang ini aku juga bercanda."
Ungkapan terakhir yang aku ketik di kotak masuknya, sebenarnya bukan hanya candaan. Itu adalah isi hatiku yang mulai bosan menunggu balasan darinya. Sudah hampir dua minggu. Dan ia juga tidak membalas pesanku. Hampir setiap hari aku menyempatkan diri untuk melihat profilnya. Untuk melihat apakah ia hidup di sana. Dan bodohnya aku, semakin aku melihat rekam jejaknya dalam jejaring sosial itu, aku pun merasa semakin sakit. Sebab itu adalah realita bahwa ia memang tak berniat lagi untuk membalas pesan yang aku titipkan di sana.
Aku berharap ia membalas pesanku. Entah itu jawaban yang menyenangkan ataupun menyakitkan. Dua-duanya sama saja. Sama-sama membuatku sadar bahwa aku memang sedang bermimpi disini. Merasakan bahwa suatu saat bisa meraihnya adalah harapan konyol. Berpikir bahwa ia akan membalas setiap pesanku dengan gembira tanpa segan, ternyata adalah sebuah kebodohanku. Aku sadar sekarang. Dalam kesedihanku aku menyadari suatu kenyataan pahit, aku memang seharusnya tak mengharap apa-apa. Ya, mulai hari ini aku harus terbiasa.
Tidak ada 29 kotak masuk, yang ada hanya 28 kotak masuk.
***
Sudah sekitar dua minggu aku menghindari jejaring sosial itu. Aku berusaha melupakan bagaimana rasanya terpaku dan penasaran apakah Nadi membalas pesanku atau tidak. Aku membohongi diri sendiri dengan mengatakan bahwa aku tidak peduli. Padahal kenyataannya aku sangat ingin melihat apakah kotak masukku berubah. Mungkin saja berubah. Tapi itu bukan darinya. Bukan dari Galuh Nadi Isnaini.
"Hei, Annisa... aku menunggu kamu di Facebook. Ke mana saja? Sudah seminggu aku mengirim pesan dinding, tapi tidak dibalas. Jangan begitu dong. Kalau kamu buka Facebook balas pesan dinding dari aku ya."
Bunyi getaran dari telepon genggamku ternyata berisi pesan singkat dari salah satu sahabatku. Beberapa hari ini ia memang selalu menyuruhku membuka jejaring sosial itu. Padahal ia yang paling tahu kalau aku sedang menghindarinya. Padahal ia tahu kenapa aku membiarkan jejaring sosial itu terlunta-lunta tanpa perhatian. Tapi kenapa justru ia yang paling keras menyuruhku membuka jejaring sosial itu. Apa aku buka saja? Tapi... aku tak ingin. Tapi... aku juga penasaran. Tapi... ada Galuh Nadi Isnainiyang kutunggu di jejaring sosial itu. Tapi... aku benar benar ingin tahu apa yang terjadi di sana. Tapi... sudahlah buka saja!
Dan aku pun membukanya. Aku mengetik alamat e-mail dan password-ku di kolom Log-in. Perasaan tak enak mulai menjalari tubuhku. saat hubungan internet mulai tersambung. Tak ada yang spesial di jejaring sosialku. Tak ada yang berubah. Yang berubah hanya pemberitahuan yang menunjukkan aktivitas yang terjadi. Sedangkan kotak masuk yang aku harapkan berubah, tak kunjung berubah. Kotak masuk itu tak juga beranjak ke angka 29 seperti apa yang aku harapkan. Aku pun mulai menyerah. Mungkin aku sudah di-blocked seperti permintaan terakhirku.
Sudahlah! Aku akhirnya memutuskan untuk menutupnya. Namun sebelumnya aku berkunjung sebentar unutk melihat aktivitas yang terjadi selama aku tak membuka jejaring sosial ini. Di dalam pemberitahuan itu tak ada yang menarik. Tidak ada yang spesial. Kecuali pesan dinding dari salah satu sahabatku.
"Annisa, lusa ketemuan ya di sekolah. ada acara yang harus kamu datangi. Jangan lupa ya... Aku tunggu di tempat biasa. Pokoknya kamu harus datang. Jangan sampai tidak datang. Kalau kamu sampai enggak datang, kamu pasti menyesal."
***
Terik menggenggam bumi saat aku menginjakkan kaki di lapangan sekolah. TUmben sekolah terlihat agak ramai. Padahal ini hari libur.
"ada acara apa?" tanyaku begitu melihat sahabatku berdiri bersandar di depan pintu. Ia hanya tersenyum. Tak menjawab apa-apa seakan yang aku harapkan memang jawaban atas senyuman itu.
"Kok senyum doang sih?"
"Nanti kamu juga tahu! Lihat ke atas panggung tuh..." celetuknya. Aku pun menoleh. Terlihat ada beberapa orang berdiri di atas panggung yang entah untuk apa tercipta di tengah-tengah lapangan sekolah yang cukup luas. Aku ingin bertanya. Ada apa di atas sana? Namun aku menyadari satu hal saat sosok itu hadir dan tersenyum. Ya, di panggung yang tak begitu luas itu ia berdiri. Badannya yang tegap dengan kulit cokelat gelap berdiri sambil membawa gitar. Aku tertegun. Orang yang selama ini kunanti, hari ini berdiri di depan sana dengan beribu mata yang memandang ke arahnya.
"Selamat siang semua. Hari ini kami dari kegiatan ekstrakulikuler musik akan membawakan dua lagu. Lagu pertama tercipta untuk gadis yang unik. Dia gadis yang sukses banget membuat saya mati penasaran. Hei, maaf ya, sudah membuat kamu kesal. Setelah ini saya janji akan buka Facebook dan membalas pesan kamu..." ucapnya lantang. Membuat darahku berdesir. Aku terhenyak. Ia tak sengaja tak membalas kotak masuk itu. Hari ini, aku menyadari bahwa aku tak lagi menyukainya. Rasa itu sudah tergantikan dengan rasa yang lebih besar. Dan kali ini, aku tidak khawatir bahwa aku tidak bisa menjangkaunya. Nadi, terima kasih untuk 29 kotak masukmu.
*** (from kaWanku)
oooh my god, this "cerpen" had so much compatible with NC story :* oh god. and now, i'm trying to avoid facebook and NC too, before everythings getting worse and worse then stranger and stranger each day. I WILL stop talked to him for a while. I feel that I was the only one who being crushed in him, and even he seems like feel the same way with me, I just realized that He's not just that into me. Maybe he only treat me like a "friend" and i caught the treat in wrong way. I was think that this is a signal of something. But, now i think that the fate that we had to meet and had such a fun chit chat isn't culminate for something called LOVE. it's for something called FRIENDSHIP, by the way -__- So, I'll wait for YOU till forever, Atas!!!!! -> in love again with Atas *gubrak!

1 comment:

  1. Assalamu'alaykum.. mau nanya mba, ini boleh copas atau kisah nyata mba Bezta Hasyyati ya?
    Salam kenal :)

    ReplyDelete