Wednesday, November 17, 2010

Uang?

Beberapa hari yang lalu, seorang guru senior datang ke kelas kami. Kelas kami yang kebetulan sedang tidak ada guru dan gaduhnya minta ampun seketika terdiam. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Ya, guru ini terkesan agak 'seram' di mata kami. Entah apa yang akan diucapkannya pada kami kali ini.

"Saya mau bicara. Sebentar saja." ucapnya yang kemudian dibalas dengan diam seribu bahasa kami.

"Coba, renungkanlah. Ada sebuah SD yang terletak di pinggir sawah. Jumlah muridnya kurang dari 400 siswa. Sementara itu, ada sekolah menengah, dalam ini ucapkan saja SMP, yang sudah bertaraf RSBI dan memiliki berjumlah 700 siswa. Ketika dimintai sumbangan untuk korban bencana alam, SD yang berada di dekat sawah tersebut.." sang Guru senior menekankan kata 'sawah'

"Mereka dapat mengumpulkan lebih dari 9 juta. Dan SMP tadi, jauh kurang dari 6 juta!!"

Kami terdiam. Tentu, kami tahu sekolah siapa yang dimaksud dengan "SMP" di cerita itu.

"Ya, kadang orang kurang mampu memang cenderung lebih mudah tersentuh nuraninya. Renungkanlah."

Guru itu pun berlalu dari kelas kami. Jelas terlihat dari raut muka kami bahwa sebagian besar kurang setuju dengan "renungan" itu. Kalau dianalisis, secara tidak langsung guru itu agak 'menuduh' kami tidak peduli dengan bencana yang terjadi, dan tidak tertarik untuk membantu. Tapi, apakah Guru tersebut tahu alasan sebenarnya mengapa kami tidak menyumbang?

Kalau saya pribadi, saya tidak menyumbang karena orangtua saya akan mampir di Jogja untuk memberikan langsung bantuan kepada para korban bencana.

Sungguh, saya menghargai usaha Guru itu untuk menasehati kami, tapi menurut saya jumlah uang bukanlah tolak ukur apakah kita 'tersentuh' atau tidak. Buat apa nominal besar kalau tidak ikhlas? Lagipula, jika sumbangan yang diminta berbentuk uang, saya kurang suka. Saya lebih senang menyumbang bahan makanan atau pakaian layak pakai.

No comments:

Post a Comment